Hukum Tak Bikin Efek Jera, Kekerasan Seksual Semakin Merajalela

 


LINTASMELAYU.COM - Tragis, kekerasan seksual kembali terjadi, pelaku berjumlah sebelas orang sedangkan korbannya seorang gadis belia (15 tahun). Kejadian terjadi di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Keji, siapapun yang mendengar kasus ini dirinya akan marah. Direktur Jenderal (Dirjen) HAM Kemenkumham Dhahana Putra menegaskan, Polda Sulteng harus mengusut tuntas kasus tersebut. Dan memastikan para pelaku, dan tersangka persetubuhan terhadap RO tersebut dapat diseret ke pengadilan dengan mengacu persangkaan yang lebih kuat dalam UU 11/2012 tentang PA, UU 12/2022 tentang TPKS (Republika, 30-5-2023).

Kondisi korban saat ini masih dalam pemeriksaan kesehatan. Karena korban mengalami gangguan reproduksi perlu penanganan lebih intensif lagi, menurut Nahar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, mengutip laman Kemen PPPA (30-5-2023).

Kasus ini adalah kasus persetubuhan bukan pemerkosaan,di dalam KUHP pemerkosaan sendiri adalah tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang memaksa korban bersetubuh di luar hubungan  pernikahan. Sehingga tidak ada unsur kekerasan, ancaman atau pengancaman, ungkap Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Agus Nugroho. Apalagi kasus terjadi sejak April 2022 hingga Januari 2023 yang terjadi di tempat dan waktu yang berbeda.

Kekerasan Seksual Marak Terjadi


Berulangnya peristiwa sejenis, membuktikan kegagalan sistem hari ini dalam menegakkan hukum yang tegas. Para pelaku akan terus bermunculan karena sanksi yang ada tidak memberikan efek jera. Siapapun korban dan para pelakunya bisa merambat ke semua profesi, tua ataupun muda, orang berpendidikan ataupun mereka yang tidak mengenyam bangku pendidikan. Terbukti, hari ini kasus serupa berulang dan terulang kembali.

Rasa aman dan ketenangan tak akan lagi bisa didapatkan, yang ada hanya rasa was-was dan ketakutan. Peluang setiap orang melakukan kejahatan bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dan menimpa siapa saja, bahkan oleh para pelaku yang dikenal dekat.

Sistem kapitalis sekuler, menjauhkan manusia dari rasa takut akan balasan dari Sang Pencipta. kehidupan dunia tidak boleh ada campur aturan dari Tuhannya. Hidup yang dijalani disandarkan pada hasrat nafsu dunia saja, mencari kebahagiaan itu hak utama, padahal hanya semu dan fatamorgana.

Kesenangan dan kebahagiaan hanya bersifat fisik demi terpenuhinya hasrat seksual walau harus melanggar aturan. Tak lagi terpikir baik-buruk, pahala-dosa, apalagi surga-neraka. Nafsu syetan telah menggelapkan semua, yang penting hasrat naluri seksual bisa terpenuhi dulu.

Inilah buah sistem kapitalis sekuler, berbuat dahulu baru memikirkan hukum dan dampaknya. Sistem buruk yang tak layak untuk diemban apalagi diterapkan.

Aturan Islam Tegas dan Menegakkan Keadilan


Dalam Islam telah ditetapkan hukum untuk dijalani agar meraih keselamatan. Dengan dorongan keimanan perbuatan maksiat akan ditinggalkan, karena berjalan atas koridor Syariat sebagai tuntunan. Sanksi bagi pelaku kejahatan ditegakkan seadil-adilnya tanpa memandang latar belakang statusnya. Penerapan sanksi hukum hanya dilaksanakan oleh negara sebagai pemangku kebijakan.

Wallahu'alam bishawab. ***

Penulis: Oki Oktafia

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama